Bandung darurat motor. Setidaknya itu yang saya rasakan akhir-akhir ini. Di beberapa ruas jalan utama seperti Soekarno-Hatta, Moh Toha, dan Buahbatu, pengemudi motor sering menjalankan kendaraannya semaunya, tanpa aturan. Motor naik trotoar, ataupun melaju melawan arus, itu sudah biasa. Motor memutar balik di titik yang ada rambu dilarang memutar balik, itu juga sudah menjadi pemandangan sehari-hari.
Tidak hanya pada saat lalu lintas sedang lengang, tapi pada saat lalu lintas padat pun motor sudah sulit dikendalikan. Di persimpangan jalan, pengemudi motor sering mengabaikan lampu merah. Marka Ruang Henti Khusus Sepeda Motor hanya dianggap hiasan jalan. Garis putih pembatas berhenti kendaraan tidak pernah dianggap ada fungsinya. Pada setiap persimpangan lampu merah, motor sering berlomba-lomba menunggu lampu hijau paling depan.
Salah siapakah ini? apakah salah pengemudi yang tidak pernah paham aturan berlalu-lintas? jika memang mereka tidak paham, kenapa mereka bisa memiliki SIM? bukankah salah satu syarat dalam ujian mendapatkan SIM adalah lulus tes pengetahuan aturan berlalu-lintas? Atau jangan-jangan, mereka membuat SIM dengan cara nembak semua?
Entahlah....