Beberapa hari yang lalu, Jakarta ramai dengan aksi demo sopir taksi si biru yang berujung anarkis. Bukti foto dan video yang terlanjur menjadi viral di media sosial dalam sesaat langsung memancing kegaduhan di masyarakat. Banyak yang menyayangkan atas sikap beberapa “oknum” pendemo yang melakukan kekerasan pada sesama rekan mereka sendiri, hanya karena ribut persoalan taksi online.
Dengan pemberlakukan tarif yang cukup murah (bahkan mungkin agak irrasional bagi sebagian kalangan) ini tentunya menjadi senjata andalan untuk menarik minat konsumen. Terlepas dari bagaimana caranya operator taksi online ini menjalankan bisnisnya agar dapat tetap survive jangka panjang, itu urusan internal mereka. Yang pasti disini hukum ekonomi bekerja, kecenderungan konsumen adalah selalu memilih harga yang lebih murah. Dengan harga yang jauh lebih murah, toh mereka tetap mendapatkan aspek kenyamanannya juga karena mitra taksi online pun menggunakan kendaraan yang tidak kalah nyaman dan wangi pula.
Pertanyaannya, apakah taksi konvensional mau menurunkan tarifnya menjadi setara taksi online? jawabannya adalah TIDAK!. Alasannya pasti karena secara operasional perusahaan, tarif yang berlaku saat inilah yang bisa menutup cost operasional perusahaan.
Pertanyaan berikutnya, apakah taksi online suatu saat akan menyesuaikan tarif yang lebih masuk akal atau bahkan bisa menyamai tarif taksi konvensional? jawabannya adalah BISA YA, BISA JUGA TIDAK!. Kita tunggu saja....
Jadi untuk para pengamat, apalagi yang memang tujuannya sekedar ingin eksis di media, tolong jangan memperkeruh suasana dengan opini-opini yang bisa membuat kegaduhan ini terus meluas. Atau jangan-jangan ini memang sengaja disetting beberapa pihak tertentu untuk pengalihan isu lain yang lebih besar?
Entahlah....
0 comments:
Post a Comment