• Narsis Tidak Dilarang

    Para ahli memperkiraan bahwa hanya ada 5% orang yang memiliki NPD. Dikutip dari Psych Central, laki-laki memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami NPD dibanding perempuan...

  • Cerita Hileud Jepang

    Semuanya bermula dari 20 tahun yang lalu...

  • My Bike My Pride

    Riding a motorcycle can be a great hobby for me. It can provide a sense of freedom and adventure, as well as an opportunity to enjoy the outdoors and explore new places...

24 March 2016

Solusi Hadapi Mr. Know It All

Pernah punya pengalaman berhadapan dengan orang yang sok pintar? ya, rata-rata pasti pernah mengalaminya. Biasanya kita jadi malas untuk terus ngobrol dengan orang yang sok pintar, ya kan?. Meskipun kadang kita sendiri belum paham dengan topik yang diobrolkan, tapi biasanya kita bisa langsung merasakan mana yang orang yang benar-benar pintar dan menguasai topik pembicaraan, dan mana yang memang sok pintar dan ingin disebut pintar, serba tahu. 
Apa yang bisa kita lakukan terhadap orang yang sering sok pintar? pilihannya adalah :

  • Abaikan mereka yang sok pintar. Mereka ngajak bicara, kita kabur... kalau perlu larilah sampai radius 100 meter untuk menghindar...
  • Jangan pernah memberi pujian berlebihan. Berikan sedikit saja, itupun jika memang diperlukan... Pujian maksimal diberikan 3x sehari setelah makan... ($%^*(.??~@$)
  • Jadilah orang yang benar-benar tahu, bukan sok tahu. Belajar dengan referensi yang benar adalah solusinya... Tak perlu sampai datang ke perpustakaan kampus setiap hari, tapi cukup bersahabat dengan Om Google saja...
  • Tegur dengan perlahan. Jika tidak terima teguran lisan, berikan teguran tertulis. Jika masih ngeyel, berikan SP1, SP2 dan SP3... ** mirip SOP kantor yah.. Xixixiii...
  • Berpura-pura mengerti saja, setidaknya menghindari resiko debat kusir. ** Padahal pak kusir saja belum tentu berdebat yah, baik sama penumpang apalagi sama kudanya...

Tinggal kita pilih saja tindakan yang memang akan diambil saat berhadapan dengan orang yang sok pintar. Tentunya harus tetap menyesuaikan dengan situasi dan kondisi.


23 March 2016

Ribut Soal Taksi

Beberapa hari yang lalu, Jakarta ramai dengan aksi demo sopir taksi si biru yang berujung anarkis. Bukti foto dan video yang terlanjur menjadi viral di media sosial dalam sesaat langsung memancing kegaduhan di masyarakat. Banyak yang menyayangkan atas sikap beberapa “oknum” pendemo yang melakukan kekerasan pada sesama rekan mereka sendiri, hanya karena ribut persoalan taksi online.


Menurut saya, inti persoalan taksi online ini akar masalahnya adalah di sistem pemberlakukan tarif yang “dianggap terlalu murah” jika dibandingkan dengan taksi konvensional. Hanya itu saja. Tak perlu terlalu jauh berbicara kebijakan pemerintah, atau sisi persoalan pemanfaatan teknologi aplikasinya, ataupun sisi
njelimet lainnya yang tidak kita pahami. 

Dengan pemberlakukan tarif yang cukup murah (bahkan mungkin agak irrasional bagi sebagian kalangan) ini tentunya menjadi senjata andalan untuk menarik minat konsumen. Terlepas dari bagaimana caranya operator taksi online ini menjalankan bisnisnya agar dapat tetap survive jangka panjang, itu urusan internal mereka. Yang pasti disini hukum ekonomi bekerja, kecenderungan konsumen adalah selalu memilih harga yang lebih murah. Dengan harga yang jauh lebih murah, toh mereka tetap mendapatkan aspek kenyamanannya juga karena mitra taksi online pun menggunakan kendaraan yang tidak kalah nyaman dan wangi pula.

Pertanyaannya, apakah taksi konvensional mau menurunkan tarifnya menjadi setara taksi online? jawabannya adalah TIDAK!. Alasannya pasti karena secara operasional perusahaan, tarif yang berlaku saat inilah yang bisa menutup cost operasional perusahaan.

Pertanyaan berikutnya, apakah taksi online suatu saat akan menyesuaikan tarif yang lebih masuk akal atau bahkan bisa menyamai tarif taksi konvensional? jawabannya adalah BISA YA, BISA JUGA TIDAK!. Kita tunggu saja....

Jadi untuk para pengamat, apalagi yang memang tujuannya sekedar ingin eksis di media, tolong jangan memperkeruh suasana dengan opini-opini yang bisa membuat kegaduhan ini terus meluas. Atau jangan-jangan ini memang sengaja disetting beberapa pihak tertentu untuk pengalihan isu lain yang lebih besar? 

Entahlah....


22 March 2016

Hadapi Wawancara Kerja? Hindari Jawaban Ini!

Pada saat wawancara kerja, mungkin ada yang pernah mendapatkan pertanyaan seperti ini : "mengapa resign dari perusahaan saat ini dan melamar ditempat kami?". Sebagian pelamar akan dengan mudahnya menjawab dengan jawaban "mencari tantangan baru!". Tapi tak jarang sebagian lainnya justru malah mengungkapkan hal-hal buruk tentang perusahaan tempat terakhirnya bekerja.

Kondisi seperti inilah yang saya hadapi dalam seminggu terakhir. Kebetulan ditempat kerja saya saat ini, saya mendapatkan mandat dari personalia (HRD, red) kantor pusat untuk merekrut staff administrasi keuangan. Proses seleksi interview pun saya jalankan terhadap beberapa kandidat pelamar yang masuk.

Sudah bisa ditebak, 

Pertanyaan itupun kembali saya sisipkan dalam sesi interview terhadap beberapa pelamar : "mengapa resign dari perusahaan saat ini dan melamar ditempat kami?". Beberapa jawaban dari mereka sesuai prediksi saya. Mereka mengungkapkan hal-hal buruk dari tempat mereka bekerja saat ini ataupun sebelumnya. Yang diceritakannya tidak jauh dari seputar ketidakcocokannya dengan atasan, atau perihal atasan yang terlalu diktator, atau rekan kerjanya yang kurang support, atau beban kerja yang terlalu tinggi dan mulai ditambah-tambahankan diluar jobdesc yang tercantum di perjanjian kerja, sampai dengan mengeluh perihal ketidakjelasan prosedur kerja yang ada ditempat kerjanya.

Pelamar-pelamar seperti itu telah membuat bumerang untuk mereka sendiri. Secara tidak disadari mereka sudah mencatatkan poin minus untuk dirinya sendiri dimata pewawancara. 
 
Dari sisi kita sebagai pewawancara, ketika mendapati kandidat dengan tipikal "suka mengeluh" adalah gambaran awal bahwa ini pertanda tidak baik untuk dilanjutkan. Sebagus apapun kualifikasinya, latar belakang pendidikannya, pengalaman kerjanya, tidak akan cukup membantu ketika jelas-jelas dia adalah seorang tukang mengeluh. Andaikan kita "paksakan" untuk diterima kerjapun, bukan tidak mungkin budaya kerja diperusahaan saya saat ini mungkin bisa menjadi bulan-bulanan untuk dijelek-jelekkan ketika dia nantinya sudah masuk dalam tim kerja ataupun pada saat dia resign dan pindah kerja ke tempat lain nantinya. Keluhan yang sama akan disampaikannya kepada pewawancara ditempat kerja barunya nanti. Ujung-ujungnya taruhannya adalah image perusahaan.

Poin pentingnya,

Ketika Anda menghadapi wawancara kerja, setiap ungkapan hal buruk ataupun keluhan yang disampaikan terkait pekerjaan sebelumnya hanya akan menjadi bumerang. Semakin banyak hal buruk anda ungkapkan, maka semakin berkurang poin Anda dimata pewawancara. Cobalah untuk mulai berbicara hal baik tentang diri Anda dan tentang perusahaan Anda sebelumnya.

Ketika Anda mengikuti proses wawancara disebuah perusahaan, fokuslah bahwa ini hanya merupakan bagian dari proses pengembangan karir. Jika Anda sudah memiliki tujuan dan target yang jelas, maka pastikan bahwa tujuan dan target itu haruslah baik. Dengan adanya tujuan dan target yang baik, maka kita hanya tinggal memilih jalurnya untuk mencapai ke arah sana, dengan cara yang baik pula tentunya...

01 March 2016

Bertanya Untuk Bicara

Berharap bisa melatih keberanian bicara dengan melatih keberanian bertanya: benarkah pikiran dan dugaan-dugaan yang selama ini saya ciptakan sendiri?. Apakah selama ini saya sudah banyak bertanya ataukah lebih sering berimprovisasi atas apa yang kadang samar saya pahami?

Dalam suatu masa, berimprovisasi mungkin menjadi pilihan yang baik. Tetapi dilain masa, bertanya bisa menjadi pilihan yang jauh lebih baik. Meskipun adakalanya bertanya bukan untuk tujuan mencari sebuah jawaban, setidaknya saya akan lebih berani untuk bicara.