aLamathuR.com - Menurus surat-surat perizinan kantor memang bisa dikatakan gampang-gampang susah. Banyak orang yang sudah menyadari hal itu. Padahal di beberapa wilayah, sebetulnya hal ini sudah dipermudah dengan sudah ada system pelayanan satu atap yang dikelola dibawah badan perlayanan dan perizinan terpadu (BPPT). Levelnya ada di daerah tingkat II (kabupaten/kota). Mengapa masyarakat masih memanfaatkan calo, biro jasa dan sebagainya? Jawabannya adalah sederhana : "mereka tetap ada, karena selalu ada permintaan dari masyarakat yang katanya tidak mau repot"!, padahal....
Dari pengalaman saya beberapa minggu lalu yang kebetulan ditugaskan kantor untuk mengurus surat perizinan, saya mulai mencari-cari tahu tatacaranya. Yang tidak kalah pentingnya, mengenai berapa biayanya. Karena itulah yang paling sering menjadi pertanyaan..
Angka DiMarkUp Calo
Singkat cerita, saya pun mendatangi sebuah agen/biro pengurusan perizinan di daerah antapani, Bandung. Setelah menjelaskan keperluan saya secara detail, merekapun akhirnya menyodorkan hitungan angka 10 juta lebih untuk pengurusan mulai :
Gila! Nggak salah tuh pak? Pemilik biro pun kemudian menjelaskan detail keperluan biayanya untuk masing-masing tingkatan. Dia menceritakan bahwa untuk lokasi kantor saya, termasuk pusat kota. Jadi pengurusan izin tetangga RT/RW pun perlu dana tidak kurang dari 500-ribuan. Kemudian untuk level kelurahan dan kecamatan, rata-rata bakal diminta 1 s/d 2 juta untuk mempermudah prosesnya.
Kemudian tahap akhir di BPPT itu disesuaikan dengan berbagai factor seperti lokasi, ukuran luas kantor dan lain-lain. Dia pun memperhitungkan angkanya di kisaran 6 – 7.5 jutaan. Jadi untuk keseluruhan proses ini sampai terima beres, dia meminta angka hampir 10juta-an.
Kemudian, saya coba cek lapangan lagi dengan mecari tahu agen/biro lain yang juga (katanya) “spesialis” pengurusan surat-surat izin kantor atau tempat usaha. Hasilnya? Setali tiga uang. Semuanya kerap menyodorkan angka-angka yang menurut saya kurang logis dan terlalu “dimarkUp”!
- Izin Tetangga
- Surat Domisili (diurus dari level kelurahan dan kecamatan)
- SIUP
- HO / izin gangguan
- TDP
Gila! Nggak salah tuh pak? Pemilik biro pun kemudian menjelaskan detail keperluan biayanya untuk masing-masing tingkatan. Dia menceritakan bahwa untuk lokasi kantor saya, termasuk pusat kota. Jadi pengurusan izin tetangga RT/RW pun perlu dana tidak kurang dari 500-ribuan. Kemudian untuk level kelurahan dan kecamatan, rata-rata bakal diminta 1 s/d 2 juta untuk mempermudah prosesnya.
Kemudian tahap akhir di BPPT itu disesuaikan dengan berbagai factor seperti lokasi, ukuran luas kantor dan lain-lain. Dia pun memperhitungkan angkanya di kisaran 6 – 7.5 jutaan. Jadi untuk keseluruhan proses ini sampai terima beres, dia meminta angka hampir 10juta-an.
Kemudian, saya coba cek lapangan lagi dengan mecari tahu agen/biro lain yang juga (katanya) “spesialis” pengurusan surat-surat izin kantor atau tempat usaha. Hasilnya? Setali tiga uang. Semuanya kerap menyodorkan angka-angka yang menurut saya kurang logis dan terlalu “dimarkUp”!
Akhirnya Ngurus Sendiri
Karena itu, maka saya pun urung menggunakan biro jasa, dan memilih untuk menurus sendiri prosesnya. Meskipun pada akhirnya harus kembali berurusan dengan birokrasi.
Dimulai dari tahap izin tetangga, saya diminta biaya pengurusan sebesar 300rb. Masing-masing 150rb untuk RT dan RW. Kemudian, di tingkat Kelurahan dan kecamatan, pungutannya lumayan naik menjadi 700rb. Rinciannya 200rb untuk kelurahan dan 500rb untuk kecamatan. Dalam hal ini dalih yang digunakan adalah sebagai bentuk partisipasi dan kontribusi perusahaan terhadap pembangunan wilayah kecamatan dimana posisi kantor berada. Nggak salah tuh pak? Bukannya setiap kantor pemerintahan sudah ada anggarannya masing-masing dari pusat? Hhmmm…
Jadi sampai dengan tahap kecamatan, berarti ada 2 dokumen sudah selesai, yaitu Izin tetangga, dan Surat Domisili, yang “ditebus” dengan dana total 1juta rupiah! (saja)!
Berikutnya? Hanya tinggal proses di BPPT untuk proses TDP, HO dan SIUPnya. Untuk tahap ini baru akan saya jalankan mulai minggu depan. Karena ada 1 dokumen pelengkap sebagai syaratnya. Tapi untuk tahap proses di BPPT mudah-mudahan aturannya lebih jelas, karena PERDAnya sudah ada. Hitungan angka-angkanya pun sudah jelas dicantumkan dalam PERDA tersebut. Ini setidaknya akan bisa menjadi gambaran buat saya mengenai kebutuhan dana berikutnya.
Tapi pertanyaan saya:
Kira-kira kalau sudah ada PERDAnya yang jelas seperti ini, apakah mungkin masih ada “oknum” yang mencari “celah objekan” dalam birokrasi?
Pertanyaan ini mungkin hanya bisa dijawab setelah proses pengurusan ini selesai di tingkat BPPT. Mungkin dalam 14 hari kedepan, sesuai dengan Service level yang mereka janjikan atau mungkin juga lebih lama dari itu…
Kita tunggu saja…