aLamathuR.com - Sebagai semboyan bangsa Indonesia, Bhineka Tunggal Ika mengandung makna yang penting karena pengertian atau makna yang terkandung dalam seloka tersebut itulah kiranya yang menuntun pemahaman bangsa Indonesia bahwa walaupun kita memiliki keanekaragaman dalam banyak hal akan tetapi tetap satu jua adanya.
Bangsa Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa yang mempunyai keanekaragaman sejarah, adat istiadat, bahasa serta kebudayaan sendiri-sendiri. Keanekaragaman tersebut tidak menjadi penghalang, bahkan dianggap sebagai kekayaan bangsa Indonesia. Hal itu diwujudkan di dalam semboyan nasional Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” seperti yang terdapat pada lambang negara Indonesia. Ungkapan Bhineka Tunggal Ika tersebut berasal dari bahasa Sanskrit yang terdapat dalam buku Sutasoma karangan Mpu Tantular pada zaman Majapahit.
Semenjak masa-masa permulaan kemerdekaan bangsa Indonesia semboyan tersebut senantiasa digunakan sebagai semboyan nasional digunakan untuk mendorong semangat persatuan bangsa. Semboyan tersebut memesankan keanekaragaman Indonesia yang senantiasa dipelihara dan dipandang sebagai asset nasional Indonesia.
Bangsa Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa yang mempunyai keanekaragaman sejarah, adat istiadat, bahasa serta kebudayaan sendiri-sendiri. Keanekaragaman tersebut tidak menjadi penghalang, bahkan dianggap sebagai kekayaan bangsa Indonesia. Hal itu diwujudkan di dalam semboyan nasional Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” seperti yang terdapat pada lambang negara Indonesia. Ungkapan Bhineka Tunggal Ika tersebut berasal dari bahasa Sanskrit yang terdapat dalam buku Sutasoma karangan Mpu Tantular pada zaman Majapahit.
Semenjak masa-masa permulaan kemerdekaan bangsa Indonesia semboyan tersebut senantiasa digunakan sebagai semboyan nasional digunakan untuk mendorong semangat persatuan bangsa. Semboyan tersebut memesankan keanekaragaman Indonesia yang senantiasa dipelihara dan dipandang sebagai asset nasional Indonesia.
Menurut perkiraan para ahli, bangsa Indonesia terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa atau golongan etnik (Depdikbud, 1984;149). Sebagai contoh dapat disebut sukubangsa Aceh, Gayo, Batak, Minagkabau, dan Melayu di Sumatera; Suku Bangsa Jawa dan Sunda di Jawa; Suku Bangsa Banjar dan Dayak di Kalimantan; Suku Bangsa Bugis, Mandar, Toraja, Makasar, Buton dan Minahasa di Sulawesi; Suku Bangsa Ambon, dan Kei di Maluku; Suku Bangsa Irian di Papua; Suku Bangsa Timor, Flores, dan Sumba di Nusa Tenggara Timur, Suku Bangsa Sasak dan Bima di Nusa Tenggara Barat serta Suku Bangsa Bali di Bali.
Perkembangan sejarah dan kesatuannya dengan lingkungan alam yang didiami selama berabad-abad memberikan cirri khusus pada kebudayaan Suku Bangsa tersebut. Karena itulah setiap Suku Bangsa memiliki ciri tersendiri yang berbeda-beda dengan suku yang lainnya, contoh nyata adalah bahasa, tiap daerah di Indonesia memiliki bahasa yang berbeda-beda. Misalnya Orang Aceh berbahasa Aceh, orang Tapanuli berbahasa Batak, orang Sumatera Barat berbahasa Minang, orang Sulawesi Selatan berbahasa Bugis dan Ternate, dan orang Sunda berbahasa Sunda. Apa yang dikemukakan tersebut hanya sekedar contoh keanekaragaman dalam bahasa. S.J Esser mencatat 102 bahasa daerah di seluruh Nusantara, yang jika dirinci lagi dialeknya ,maka jumlahnya akan jauh lebih besar, di Papua saja terdapat 185 bahasa lokal.
Namun demikian bahasa Melayu (Melayu kuno) sudah digunakan sebagai bahasa pengantar di Nusantara sejak abad ke-13. Hal itulah yang mempermudah bangsa Indonesia menyepakati menetapkan bahasa Indonesia melalui Sumpah Pemuda pada tahun 1928 untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, untuk lengkapnya beberapa pengelompokan bahasa dapat dikemukakan sebagai berikut :
Dalam kehidupan kemasyarakatan, dapat dilihat bahwa aspek yang menonjol adalah desa, kekerabatan dan kehidupan gotong royong. Hal-hal yang baik seperti yang sudah dilakukan secara turun temurun dan sangat bermanfaat itu haruslah dilestarikan dan dikembangkan secara terus menerus. Kesatuan hidup territorial yang disebut desa itu terdapat hampir diseluruh Indonesia dengan nama yang berbeda, sebagai contoh misalnya adalah benua di Nias, gamponng di Aceh, kuta di Karo, Nagari di Sumatera Barat, desa di Jawa, yang kesemuanya itu dikepalai oleh seorang kepala desa atau Lurah.
Perkembangan sejarah dan kesatuannya dengan lingkungan alam yang didiami selama berabad-abad memberikan cirri khusus pada kebudayaan Suku Bangsa tersebut. Karena itulah setiap Suku Bangsa memiliki ciri tersendiri yang berbeda-beda dengan suku yang lainnya, contoh nyata adalah bahasa, tiap daerah di Indonesia memiliki bahasa yang berbeda-beda. Misalnya Orang Aceh berbahasa Aceh, orang Tapanuli berbahasa Batak, orang Sumatera Barat berbahasa Minang, orang Sulawesi Selatan berbahasa Bugis dan Ternate, dan orang Sunda berbahasa Sunda. Apa yang dikemukakan tersebut hanya sekedar contoh keanekaragaman dalam bahasa. S.J Esser mencatat 102 bahasa daerah di seluruh Nusantara, yang jika dirinci lagi dialeknya ,maka jumlahnya akan jauh lebih besar, di Papua saja terdapat 185 bahasa lokal.
Namun demikian bahasa Melayu (Melayu kuno) sudah digunakan sebagai bahasa pengantar di Nusantara sejak abad ke-13. Hal itulah yang mempermudah bangsa Indonesia menyepakati menetapkan bahasa Indonesia melalui Sumpah Pemuda pada tahun 1928 untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, untuk lengkapnya beberapa pengelompokan bahasa dapat dikemukakan sebagai berikut :
- Kelompok Sumatera
- Kelompok Kalimantan
- Kelompok Jawa
- Kelompok Bali-Sasak
- Kelompok Gorontalo
- Kelompok Tomini
- Kelompok Toraja
- Kelompok Loinang
- Kelompok Banggai
- Kelompok Bungku-Laki
- Kelompok Sulawesi Selatan
- Kelompok Muna-Butung
- Kelompok Bima-Sumba
- Kelompok Ambon-Timor
- Kelompok Sula-Bacaan
- Kelompok Halmahera Selatan dan Teluk Cendrawasih Papua
- Kelompok Halmahera Utara
- Bahasa-bahasa Papua Tengah dan Selatan
- Bahasa-bahasa Papua pantai utara
- Kelompok Sulawesi Utara
- Melanesia (Bahasa Janefa, Sarmi, dan lain-lain)
Dalam kehidupan kemasyarakatan, dapat dilihat bahwa aspek yang menonjol adalah desa, kekerabatan dan kehidupan gotong royong. Hal-hal yang baik seperti yang sudah dilakukan secara turun temurun dan sangat bermanfaat itu haruslah dilestarikan dan dikembangkan secara terus menerus. Kesatuan hidup territorial yang disebut desa itu terdapat hampir diseluruh Indonesia dengan nama yang berbeda, sebagai contoh misalnya adalah benua di Nias, gamponng di Aceh, kuta di Karo, Nagari di Sumatera Barat, desa di Jawa, yang kesemuanya itu dikepalai oleh seorang kepala desa atau Lurah.
0 comments:
Post a Comment